Minggu, 12 Oktober 2014

LAWAN TERBESARMU DI MASA DEPAN

Jangan Pernah Bosan Perangi Korupsi


PERANG terhadap korupsi tidak boleh mati angin. Koruptor harus dihukum berat. Para pelaku penggerogotan uang negara atau uang rakyat harus dibasmi tuntas. Tekad seperti itu, diharapkan ditegakkan dan dari hari ke hari semakin dikuatkan.

Penguatan langkah-langkah hukum bagi terpidana korupsi perlu mendapat dukungan dari berbagai pihak. Demikian pula dengan pengetatan remisi yang digagas Kementerian Hukum dan HAM, perlu kita apresiasi secara positif. Tidak malah seperti halnya DPR yang berencana menggelurkan wacana Hak Interpelasi terkait pengetatan remisi tersebut.

Tidak ada alasan apapun yang bisa dikedepankan untuk menghalang-halangi perang terhadap korupsi. Daya rusak korupsi sudah terbukti demikian hebatnya. Selama puluhan tahun negara kita telah digerogoti para koruptor. Sehingga di usia negara kita yang sudah menginjak tua ini, belum ada buah kemajuan ekonomi bangsa yang bisa kita rasakan bersama.

Kemandulan perang melawan korupsi diakui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dia menyebutkan, efektivitas pemberantasan korupsi masih rendah dan harus terus ditingkatkan. Bahkan SBY berharap regulasi antikorupsi harus terus disempurnakan.

Lembaga-lembaga antikorupsi seperti Komisi Pemberantasan Korupsi, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, harus terus diperkuat dan didukung efektivitas kerjanya.

Upaya-upaya untuk melemahkan perang terhadap korupsi, upaya-upayamelemahkan KPK harus dicegah dengan sekuat tenaga. Semuapihak perlu bahu membahu meningkatkan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi tanpa diskriminasi, dengan tetap mengedepankan prinsip transparansi dan akuntabilitas.

Saat ini Indeks Persepsi Korupsi Indonesia memang terus membaik. Transparency International memberikan skor IPK 2,0 pada 2004 membaik menjadi 2,8 pada 2010.

Meskipun perbaikan indeks persepsi sebesar 0,8 merupakan yang tertinggi di antara seluruh negara ASEAN, namun kita masih harus bekerja keras untuk meningkatkan indeks korupsi secara berarti di masa mendatang.

Untuk itu, mekanisme kerja lembaga-lembaga pemberantas korupsi, dan juga DPR perlu terus disempurnakan, sehingga tetap steril dari korupsi. Dan jika tidak setuju adanya wacana pengetatan remisi bagi koruptor, tentu akan lebih bijak jika membicarakannya dengan kepala dingin.

Pengetatan remisi merupaan tujuan mulia dan menjadi impian seluruh rakyat. Namun demikian, pemerintah memang perlu mengajukan revisi Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 12/1995 dan peraturan pelaksana, terlebih dahulu.

Pengetatan remisi perlu dilakukan dengan prosedur yang benar perlu dengan revisi UU Pemasyarakatan. Jika tidak dilakukan sesuai prosedur, maka akan menimbulkan polemik. Seperti halnya polemik antara Kemenkum HAM dengan DPR, yang lebih didasari pada perintah lisan Wakil Menkum HAM Denny Indrayana tanpa ada Keputusan Menteri (Kepmen) sehingga kebijakan itu dinilai cacat hukum.

Menurut Denny, pengetatan pemberian remisi sebenarnya tidak hanya untuk narapidana dalam kasus korupsi, tetapi juga untuk kejahatan narkoba, teroris dan juga pelanggaran HAM berat yang masuk ketegori kejahatan internasional.

menjadi seorang akuntan adalah lawan terbesar bagi kita adalah jangan pernah melakukan hal seburuk mungkin yaitu orang yang korup.
baiknya uang itu bagi yang baik dan membutuhkan..OK !!! OK

Tidak ada komentar: